Selasa, 05 November 2013

Biografi KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Lirboyo

Biografi KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Lirboyo

Pertama kali menetap di Desa Lirboyo, ia langsung melantunkan adzan. Aneh, selepas itu, semalaman penduduk desa tak bisa tidur karena perpindahan makhluk halus yang lari tunggang langgang.

NAMA kiai ini KH Abdul Karim. Ia adalah pendatang dari Magelang yang kemudian diambil menantu Kiai Sholeh, Banjarmelati Kediri. Perpindahan Kiai Karim ke desa Lirboyo dilatarbelakangi atas dorongan dari mertuanya sendiri yang berharap dengan menetapnya Kiai Karim di Lirboyo akan menjadi tonggak penting syiar Islam di daerah itu. Gayung bersambut, kepala desa Lirboyo juga memohon kepada Kiai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram. Benar, selepas Kiai Karim melantunkan adzan, Desa Lirboyo bebas dedemit. Dan, tiga puluh lima hari setelah menempati tanah tersebut, Kiai Karim mendirikan surau mungil nan sederhana. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 1910.

Secara garis besar Kiai Karim adalah pribadi yang sangat sederhana dan bersahaja. Ia juga gemar mela-kukan riyadlah mengolah jiwa alias tirakat. Kealimannya juga mulai terdengar ke luar daerah. Adalah bocah bernama Umar asal Madiun, yang menjadi santri pertama yang menimba ilmu dari Kiai Karim. Kedatangannya disambut baik oleh shahibul bait, karena kedatangan musafir itu untuk menimba pengetahuan agama. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten. Ia benar-benar taat pada Kiai.

Selang beberapa waktu ada tiga santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang, daerah asal Kiai Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernama Syamsuddin dan Maulana, yang sama-sama berasal dari Gurah Kediri. Seperti santri sebelumnya, kedatangan kedua santri ini bermaksud untuk mendalami ilmu agama dari Kiai Karim. Akan tetapi baru dua hari saja mereka berdua menetap di Lirboyo, semua barang-barangnya ludes disambar pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman. Di Lirboyo masih ada sisa-sisa perbuatan tangan-tangan jahil. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.

Tahun demi tahun, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin dibanjiri santri. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuk-lah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling disekitar pondok.

Karena jumlah santri semakin membludak, dan musalla kecil tak lagi representatif, maka timbullah gagasan dari Kiai Karim untuk mendirikan masjid. Semula masjid itu amat sederhana, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika masjid sederhana itu porak poranda disapu angin puting beliung. Akhirnya, KH Muhammad, kakak ipar Kiai Karim, berinisiatif membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Setelah bermusyawarah dan meminta izin pada KH Ma’ruf Kedunglo Kediri, dalam tempo peng-garapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi. Dinding serta lantainya terbuat dari batu merah, gaya bangunannya bergaya klasik, yang merupakan perpaduan model arsitektur Jawa kuno dengan Timur Tengah. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H. / 1928 M. Acara itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri Kiai Karim yang kedua, Salamah dengan KH Manshur Paculgowang Jombang.

Murid Kiai Kholil Bangkalan

Kiai Karim lahir pada 1856, di sebuah desa terpencil bernama Diyangan Kawedanan Mertoyudan Magelang. Nama kecilnya adalah Manaf, putra ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Pada saat Manaf berusia 14 tahun, mulailah ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Daerah pertama yang dituju adalah desa Babadan Gurah Kediri, lantas Karim meneruskan pengembaraannya di daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk. Di sini Karim menuntut ilmu kurang lebih selama 6 Tahun. Selanjutnya pindah lagi ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono Nganjuk, untuk memper-dalam pengkajian ilmu al-Quran. Karena tetap haus ilmu, ia kemudian meneruskan pengembaraannya ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang ter-kenal dengan ilmu sharafnya. Tujuh tahun lamanya ia kerasan menuntut ilmu di pesantren ini. Periodenya selanjutnya diteruskan dengan nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro Surabaya. Era mondok yang paling berkesan adalah tatkala ia berguru pada ulama kharismatik yang menjadi guru para ulama Jawa dan Madura, Syaikhona Kholil Bangkalan. Tak tanggung-tanggung, Karim berguru di pesantren ini selama 23 tahun! Tak heran jika dalam usia yang terus bertambah, ia masih belum tertarik membina rumah tangga.

Pada saat berusia 40 tahun, Karim, yang mulai dipanggil kiai, memilih meneruskan pencarian ilmunya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan, KH M Hasyim Asy’ari. Hingga pada suatu ketika Mbah Hasyim menjodohkan Kiai Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmlati Kediri. Akhirnya pada tahun 1328 H/ 1908 M, Kiai Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian Kiai karim bersama istri ter-cinta hijrah ke tempat baru, Lirboyo.

Sosok Kiai Karim dikenal sebagai sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan ke-adaan bagaimanapun. Hal ini terbukti tatkala menderita sakit, Kiai Karim masih saja istiqomah untuk mem-berikan pengajian dan memimpin shalat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Sebagai pengasuh ratusan santri, sikapnya yang kebapakan dan rendah hati, masih lekat diingatan para santri yang masih menangi zamannya.

Pernah, suatu ketika, ada pemuda yang berniat mondok di Lirboyo. Pakaiannya perlente sambil menen-teng koper, sebuah penanda kemewahan pada zaman itu. Di gerbang pondok, ia berpapasan dengan orang tua berpenampilan sederhana. Dengan seenaknya ia minta tolong pada orang tua itu untuk membawa-kan kopernya yang berat. “Antarkan aku ke ndalem Kiai Karim,” perintah-nya. Yang dimintai tolong segera mengiyakan. Setelah sampai di rumah kiai, orang tua itu meminta sang pemuda agar menunggu Kiai Karim barang sejenak. Alangkah terperanjatnya pemuda itu saat Kiai Karim muncul dari balik pintu ruang tengah, sebab orang tua yang ia suruh menenteng kopernya itu adalah Kiai Karim! Konon, saking malunya, pemuda perlente tersebut langsung mem-batalkan niatnya mondok di Lirboyo.

Mendung kedukaan menggelayut menaungi Lirboyo, saat Kiai Karim wafat pada 1954. Sepeninggal Kiai Karim, Ponpes Lirboyo dilanjutkan para menantunya, seperti KH Marzuqi Dahlan (adik KH Ihsan Dahlan Jampes, penulis Sirajut Thalibin), KH Mahrus Ali dan KH Jauhari. Adapun menantu yang lain, KH Abdullah mengasuh pesantren Turus Gurah Kediri, KH Manshur Anwar mengasuh pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacolgowang Jom-bang, sedangkan KH. Zaini mengasuh pesantren Krapyak Yogyakarta.

Sekarang, pesantren yang menapak usia seabad ini dihuni sekitar 10 ribu santri. Diasuh secara kolektif oleh para cucu Kiai Karim, seperti KH Idris Marzuqi, KH Anwar Manshur, KH Imam Yahya Mahrus, KH Habibullah Zaini, dll.

Sabtu, 20 Juli 2013

ARTI SIMBOL MA/MTS HM TRIBAKTI

ARTI SIMBOL MA/MTS HM TRIBAKTI


BENTUK DAN LAMBANG
lingkaran berbentuk bulat berwarna hijau terdapat tulisan berbahasa arab''MADRASAH ALIYAH/TSANAWIYAH HM TRIBAKTI .ditengah lingkaran terpanpang gambar ka'bah yang berdiri kokoh dan bergariskan empat.kemudian dibayangi oleh peta kepulauan indonesia dan sebatang pena bulu sayap berwarna kuning dibawah terdapat peta berwarna merah yang melandasi tulisan kediri
ARTI LAMBANG
++pena bulu sayap:melambangkan keilmuan yang tinggi
++ka'bah:melukiskan kebaktian kepada allah swt.dan rosulullah saw
++peta indonesia:melambangkan kebaktian kepada bangsa dan negara sesuai dengan simbol tribakti, berbakti kepada allah swt,berbakti kepada rosulullah saw,dan berbakti kepada ulul amri
++lima warna
putih melambagkan:kesucian
merah melambangkan;keberanian
hitam melambangkan;ketabahan
hijau melambangkan;pengamalan pancasila
kuning melambangkan;kewaspadaan
++bentuk bulat
melambangkan /melukiskan teguh pendirian dan iman yang kuat
++garis empat melambangkan; pengamalan kepada agama yang berhaluan empat madzhab[imam maliki,syafi'i,hambali,hanafi]
ARTI KESELURUHAN
dengan islam ahlusunnah waljama'ah sebagai haluannya serta pancasila sebagai asasnya.ma hm tribakti bertujuan mencetak kader-kader pemuda islam sejati .kader muslimin/muslimat yang berbakti kepada allah,rosulullah bangsa dan negara serta bertekat membentuk para pemuda islam dengan hati suci tabah dan mengamalkan ajaran islam serta dapat hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dengan damai waspada dan berani...

Pondok Pesantren HM Al Mahrusiyyah

Pondok Pesantren HM Al Mahrusiyyah
PP. HM Al-Mahrusiyah dirintis sejaka tahun 1987. Lembaga pendidikan ini adalah penampung siswa, mahasiswa dan mahasiswi yang belajar dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Tribakti (YPIT). Pondok Pesantren Al-Mahrusiyyah sendiri memiliki bebearapa lembaga : PP. HM Putra/Putri Al-Mahrusiyyah, Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyyah, Madrasah Murottilil Qur’an Al-Mahrusiyyah, Institut Agama Islam Tribakti (IAIT), Madrasah Alitah HM Tribakti, Madrasah Tsanawiyah HM Tribakti, TK Kusuma Mulia Tribakti, koperasi Pondok Pesantren dan perpustakaan Pondok Pesantren.
Untuk PP HM Putri Al-Mahrusiyyah, diresmikan pada tanggal 06 Januari 2001. Dan tertanggal 18 Desember 2003, pesantren ini resmi membagi lokalnya (lokasi) menjadi dua. Satu bertempat di jalan KH. Abd. Karim No. 99 Lirboyo, dan satunya berada di jalan Penanggungan No. 44B. Sedangkan PPHM Putra Al-Mahrusiyyah, resmi berdiri pada 13 mei 2002 M. Sampai Saat ini, PP. HM Putri Al-Mahrusiyyah dihuni 309 orang Santriwati. 203 orang berdomisili di PP. HM Putri Al Mahrusiyyah I (barat) dan selebihnya bertempat tinggal di PP. HM Putri Al-Mahrusiyyah II (selatan).
PP. HM Al-Mahrusiyyah yang saat ini dipimpin Hj. Siti Mustaqimah (asal Bekasi) dengan sekretaris Lathifatur Rohmaniyah (asal Mojokerto), mengalami kemajuan cukup pesat. Para santrinya, selain mengikuti pelajaran formal pagi hari dan sore harinya, juga melaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Seperti Manaqib Syekh Abdul Qodir, Tilawatil Qur’an, Jama’ah Sholat Dhuha, Sorogan Kitab Kuning, Sholawat, Musyawaroh Kubro, Bahtsul Masa-il, dan masih banyak lagi.
Sedangkan PP. HM Putra Al-Mahrusiyyah, yang berdiri sejak 1 Agustus 1988 M./ 10 Syawal 1408 H. saat ini dipimpin Saifulloh Shofa dan sekretaris Irfa’uddin, S. Pd.I. Pada awalnya, HM Putra All-Mahrusiyyah hanya memiliki 41 santri. namun dalam perkembangannya, jumlah santri meningkat menjadi kurang lebih 800 santri yang berasal dari berbagai daerah. Tahun 1992 (1 Muharom 1413H.) berdirilah Madrasah Diniyah (Madin0 di HM Putra Al-Mahrusiyyah berdasarkan SK.PP.HMP.No.23/SK/PP HMP/VII/1992. Pendidikan yang dikembangkan memiliki beberapa jenjang : I’dadiyyah 2 tahun, Tsanawiyyah 3 tahun, dan Aliyyah 3 tahun. Metode yang digunakan Madin yang tidak jauh beda dengan metode MHM, seperti Musyawarah, Muhafadloh, ataupun Lalaran.
Madin PP. HM Putra Al-Mahrusiyyah digelar malam hari, karena pagi harinya para santri menuntut ilmu umum. Dan pada tahun 2004, madrasah tsanawiyyah Madinnya telah disamakan dengan tingkatan tsanawiyyah lembaga umum, dan ijazahnya telah disahkan bisa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Negara lain, sepeti Yaman, Al Azhar, dan Negara lainnya.
Selain itu, untuk menunjang para santrinya, PP. HM Putra Al-Mahrusiyyah memiliki beragam sarana dan prasarana, mulai puluhan lokal belajar, lapangan basket, voly sampai lapangan tenis, yang ditunjang juga dengan berbagai kegiatan ekstra kurikuler. Diantaranya : Manaqib, Sab’ul Munjiyat, dan Bela Diri (Pagar Nusa), Wushu, Taekwondo).
                  info harunarrosyid santri almahrusiyah

SEJARAH BERDIRINYA MA HM TRIBAKTI

SEJARAH BERDIRINYA MA HM TRIBAKTI


*MA HM Tribakti adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Al-Mahrusiah yang didirikan pada tanggal 21 juni 1986 yang diprakarsai oleh alumni UIT dan alumni pondok pesantren Lirboyo, lalu diresmikan oleh KH M Anwar Mansur dengan SK Yayasan Pendidikan Islam Tribakti (SK YPIT), Kepala Sekolah MA HM Tribakti pertama yaitu Drs. Abdul Halim Musthofa dengan wakil kesiswaan yang dijabat oleh Bpk. Nur Hadi Zuhdin Hasan BA.
*Setahun kemudian tepatnya pada tanggal 03 November 1987 MA HM Tribakti memperoleh status "terdaftar" dengan SK : WM. 06.02/385/3-C/KET/1987. Dari tahun ke tahun MA HM Tribakti mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga pada tanggal 24 Maret 1994, Dinas Pendidikan dan Departemen Agama memberitahukan bahwa MA HM Tribakti statusnya dinaikkan menjadi "Diakui" dengan No SK : E . l V / 1994.
Pada tanggal 01 April 1997 sesuai dengan Surat Keputusan Yayasan Pendidikan Islam Tribakti( SK YPIT) No 05/ A/YPIT/SK/jV/1997 diadakan pergantian kepala sekolah dari Drs. Halim Musthofa kepada Drs. M Sulchi, berselang satu tahun kemudian terjadi lagi pergantian kepala sekolah dari Drs. M Sulchi kepada Drs. A Mansur Anshor tepatnya pada tanggal 01 April 1998 dengan SK YPIT No.41/A/YPIT/SK/1998.
*Sehubungan dengan makin banyaknya siswa-siswi yang ingin menimba ilmu di MA HM Tribakti serta kurangnya lokal yang dimiliki untuk kegiatan belajar-mengajar, maka pada tahun 2001-2002 untuk kelas l & ll Aliyah dipindahkan ke gedung baru yang terletak di sebelah utara PP HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri. Pada tahun ajaran 2001-2002 ini pegawai wilayah mengadakan pengamatan, lalu menilai dan memutuskan bahwasannya MA HM Tribakti pantas dan layak untuk mendapatkan status"Disamakan" sehingga terjadilah perubahan status dari Diakui menjadi Disamakan dengan No. SK.E.lV/PP.03.2/Kep/44/2001 , tepatnya tanggal 10 April 2001.
*Pada tanggal 14 Februari 2002 Kepala sekolah MA HM Tribakti Bpk H. Ahmad Mansur Anshor mengundurkan diri, selang beberapa bulan kemudian ,jabatan kepala sekolah diserahkan kepada Bpk. Drs. Soeharto.
*Adapun jumlah siswa-siswi MA HM Tribakti kurang lebih mencapai 450 siswa yang terbagi menjadi 13 lokal meliputi, Tiga jurusan yaitu; IPA, IPS dan Bahasa, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 2003 jabatan Bpk. Soeharto telah berakhir dengan beberapa kemajuan dan diangkatlah Bpk. Drs. Taufik Hidayat untuk menggantikan Bpk.Drs .Soeharto kemudian untuk kepala sekolah yang sekarang, dipimpin oleh Bpk. Drs. Busthanul Arifin yang menjabat sampai sekarang.
*Mulai tahun ajaran 2004-2005, MA HM Tribakti yang semula berada di bawah naungan YPIT berubah menjadi dibawah naungan Yayasan HM Al-Mahrusiyah. Demikianlah sejarah ringkas MA HM Tribakti.
Semoga dengan sejarah singkat ini dapat bermanfa'at bagi kita semua AMIIN !!!

Jumat, 19 Juli 2013

Arti lambang HM AL-Mahrusiyah

Arti lambang HM AL-Mahrusiyah


SEGI LIMA
melambangkan rukun islam dan merupakan titik tolak dari ponpes HM ALMAHRUSIYAH.
BINTANG BESAR ATAS
melambangkan kebesaran nabi muhammad saw dan ponpes lirboyo kediri memegang teguh apa yang dibawanya[al-qur'an dan hadist]
4 BINTANG SEBELAH KIRI
melambangkan khulafaurrosyidin
4 BINTANG SEBELAH KANAN
melambangkan empat madzab yang dianggap[mu'tabar]dan pondok pesantren HM putra al mahrusiyah mengakui kebenarannya dan mengikutinya
JUMPLAH BINTANG SEMBILAN
melambangkan jumplah wali 9 agama islam dijawa dan pondok pesantren HM PUTRA almahrusiyah mengikuti jejaknya.
TULISAN ARAB
Berarti pondok pesantren hm putra almahrusiyah ini adalah salah satu pondok pesantren salaf yang mengutamakan kitab- kitab kuno yang berbahasa arab
TULISAN BERBAHASA INDONESIA[HM AL-MAHRUSIYAH]
Berarti pondok pesantren almahrusiyah terdapat pendidikan formal dan pengajaran ini berupa pondok pesantren almahrusiyah
TULISAN LIRBOYO KEDIRI
berarti pondok pesantren HM putra lirboyo kediri berada di desa lirboyo kediri
BOLA DUNIA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah siap untuk menyebarkan agama islam ke seluruh dunia
MENARA TINGKAT TIGA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah memiliki tiga unit pendidikan yang diutamakan diantaranya pendidikan alQur'an,formal dan non formal
MASJID
berarti pondok pesantren hm almahrusiyah merupakan wadah pendidikan yang mencetak pribadi-pribadi muslim agar benar-benar bertakwa dan beribadah kepada allah
4 KITAB
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah adalah tempat orang-orang yang kreatif,aktif,dan tekun beklajar
SEGI LIMA
melambangkan rukun islam dan merupakan titik tolak dari ponpes HM ALMAHRUSIYAH.
BINTANG BESAR ATAS
melambangkan kebesaran nabi muhammad saw dan ponpes lirboyo kediri memegang teguh apa yang dibawanya[al-qur'an dan hadist]
4 BINTANG SEBELAH KIRI
melambangkan khulafaurrosyidin
4 BINTANG SEBELAH KANAN
melambangkan empat madzab yang dianggap[mu'tabar]dan pondok pesantren HM putra al mahrusiyah mengakui kebenarannya dan mengikutinya
JUMPLAH BINTANG SEMBILAN
melambangkan jumplah wali 9 agama islam dijawa dan pondok pesantren HM PUTRA almahrusiyah mengikuti jejaknya.
TULISAN ARAB
Berarti pondok pesantren hm putra almahrusiyah ini adalah salah satu pondok pesantren salaf yang mengutamakan kitab- kitab kuno yang berbahasa arab
TULISAN BERBAHASA INDONESIA[HM AL-MAHRUSIYAH]
Berarti pondok pesantren almahrusiyah terdapat pendidikan formal dan pengajaran ini berupa pondok pesantren almahrusiyah
TULISAN LIRBOYO KEDIRI
berarti pondok pesantren HM putra lirboyo kediri berada di desa lirboyo kediri
BOLA DUNIA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah siap untuk menyebarkan agama islam ke seluruh dunia
MENARA TINGKAT TIGA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah memiliki tiga unit pendidikan yang diutamakan diantaranya pendidikan alQur'an,formal dan non formal
MASJID
berarti pondok pesantren hm almahrusiyah merupakan wadah pendidikan yang mencetak pribadi-pribadi muslim agar benar-benar bertakwa dan beribadah kepada allah
4 KITAB
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah adalah tempat orang-orang yang kreatif,aktif,dan tekun belajar 
                             semoga manfaat.....

SEJARAH HM AL- MAHRUSIYAH

SEJARAH HM AL- MAHRUSIYAH
PP HM Al Mahrusiyah lahir pada tanggal 01 Agustus 1988 M/10 Syawal 1408 H. Saat itu dinahkodai oleh Bapak Ahmad Masduki Ma’mun dari Cirebon. PP. HM Al Mahrusiyah adalah sebagian dari lembaga pondok pesantren yang ada di lingkungan pondok pesantren Lirboyo Kota Kediri yang punya lokasi paling timur. Lembaga ini semula bernama PP. Ibnu Rusydi yang diambil dari nama kecil KH. Mahrus Ali yaitu Rusydi yang merupakan ayah dari KH. Imam Yahya  Mahrus(Pengasuh PP HM Al Mahrusiyah). Kemudian nama menjadi PP. HM Al Mahrusiyah karena menyesuaikan dengan  nama-nama pondok unit  yang ada di lingkungan PP. Lirboyo, dan pada tahun akademik 2001-2002 M. KH. Imam Yahya Mahrus menambahkan laqob Al Mahrusiyah, yang berlaku untuk PP. HM Putra Al Mahrusiyah, PP. HM Putri Al Mahrusiyah dan Madrasah Diniyah Al Mahrusiyah.

Berdirinya PP. HM Al Mahrusiyah didasari oleh cita-cita A Maghfurlah KH. Mahrus Ali untuk mencetak ulama yang intelek dan alim. Terkait dengan hal ini , PP. HM Al Mahrusiyah memiliki dua program kerja, yaitu Program Specific (yang menjadi cirri khas dan kekhususan almamater) dan program ekstrakurikuler. Program specific meliputi: Madrasah Diniyah Al Mahrusiyah yang meliputi tingkatan I’dadiyah ( 2 tahun), tsanawiyah (3 tahun), dan Aliyah( 3 tahun, sekolah formal (Madrasah  Tsanawiyah, Madrasah Aliyah HM Tribakti dan Institut Agama Islam Tribakti/ IAIT), Madrasah Dirosatil Qur’an(MDQ) dan pengajian kitab-kitab salaf.
Adapun kegiatan ekstrakurikuler PP. HM Al Mahrusiyah meliputi forum kajian ilmiyah yang bernama Lembaga Pendidikan, Penelitian dan Pengkajian Santri( LP3S) , Stadium General dan Seminar, Seni Beladiri Wushu, Taekwondo, PSPR, Pagar Nusa, Istighotsah+ Hizb Nashor, Sholat Dluha +Hizb Jausyan,  Qiro’ah, Manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani, Jam’iyah Jumhuriyah dan Jam’iyah Khidmatul Ma’had, Seni Hadroh dan Rebana, Seni Kaligrafi, Bahasa arab dan bahasa inggris.
Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, PP. HM Al Mahrusiyah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap seperti Perkantoran, Asrama Kopontren, Mushola, Mck, Laboratorium, LBM(Lajnah Bahtsul Masail), Lapangan Olahraga, Perpustakaan dan saran pendukung yang lainnya.
Dalam perjalanannya, PP. HM Al Mahrusiyah yang pada tahun 2008-2009 memiliki santri _+_ 810 santri dan dipimpin oleh Bapak Imam Washoli dari malang sebagai sebagai ketua pondok. Terus menerus berusaha memperbaiki diri, mulai pelayanan terhadap santri sehingga kerjasama dengan instansi lain.
Untuk masa yang selanjutnya pada tahun 2010-2011 Bapak Saifulllah Shofa adalah sebagai armada pemimpin pondok ini, untuk jumlah santri meningkat dari pada tahun sebelumnya, pada tahun inipun perubahan dalam segi pembangunan, banyak mengalami perubahan. bukan hanya ini dan masih juga banyak yang lainya.
pada tahun 2012 sekarang ini, untuk ketua pondok sekarang sudah pindah tangan, yaitu Bapak Nurrudin Spdi.untuk jumlah santri sampai sa-at ini +- masih sama dari tahun yang sebelumnya.

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN LIRBOYO

Lirboyo, awalnya adalah nama sebuah desa terpencil yang terletak di Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur.  dahulu desa ini merupakan sarang penyamun dan perampok, hingga pada suatu ketika atas prakarsa Kyai Sholeh, seorang yang Alim dari desa Banjarmelati dan dirintis oleh salah satu menantunya yang bernama KH. Abdul  Karim, seorang yang Alim berasal dari Magelang Jawa Tengah.
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo erat sekali hubungannya dengan awal mula KH. Abdul Karim menetap di Desa Lirboyo sekitar tahun 1910 M. setelah kelahiran putri pertama beliau yang bernama Hannah dari perkawinannya dengan Nyai Khodijah (Dlomroh), putri Kyai Sholeh Banjarmelati.
Perpindahan KH. Abdul Karim ke desa Lirboyo dilatar belakangi, dorongan dari mertuanya sendiri yang pada waktu itu menjadi seorang da’i, karena Kyai Sholeh berharap dengan menetapnya KH. Abdul Karim di Lirboyo, maka  syiar Islam lebih luas. Disamping itu, juga atas permohonan kepala desa Lirboyo kepada Kyai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya  di desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram.
Harapan kepala desa menjadi kenyataan. Konon ketika pertama kali kyai Abdul Karim menetap di Lirboyo, tanah tersebut diadzani, saat itu juga semalaman penduduk Lirboyo tidak bisa tidur karena perpindahan makhluk halus yang lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Tiga puluh lima hari setelah menempati tanah waqaf tersebut, KH. Abdul Karim mendirikan surau mungil nan sederhana untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Santri Perdana dan Pondok Lama
Adalah seorang bocah lugu yang bernama Umar asal Madiun, dialah santri pertama yang menimba ilmu dari KH. Abdul Karim di Pondok Pesantren Lirboyo. Kedatangannya disambut baik oleh KH. Abdul Karim, karena kedatangan musafir itu untuk tholabul ilmi , menimba pengetahuan agama. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten. Ia benar-benar taat pada Kyai.
Demikian jalan yang ditempuh Umar selama di Lirboyo. Selang beberapa waktu ada tiga santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang, daerah asal KH. Abdul Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad Dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernam Syamsuddin dan Maulana, keduanya berasal dari Gurah Kediri. Seperti santri sebelumnya, kedatangan kedua santri ini bermaksud untuk mendalami ilmu agama dari KH. Abdul Karim. Akan tetapi baru dua hari saja mereka berdua menetap di Lirboyo, semua barang-barangnya ludes di sambar pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman,  di Lirboyo masih ada sisa-sisa perbuatan tangan-tangan kotor. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.
Tahun demi tahun, keberadaan Pondok Pesantren Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin banyaklah santri yang berdatangan mengikuti santri-santri sebelumnya untuk bertholabul ilmi , maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuklah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling disekitar pondok.

Berdirinya Masjid Pondok Pesantren Lirboyo
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pondok pesantren, karena keberadaannya yangbegitu penting bagi perkembangan dakwah bagi ummat Islam dan sebagai sarana untuk mengadakan berbagai macam kegiatan keagamaan, sebagaimana praktek sholat berjama’ah dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, bukan merupakan hal yang aneh jika dimana  ada pesantren disitu pula ada masjid, seperti yang dapat kita lihat di Pondok Pesantren Lirboyo.
Asal mula berdirinya masjid di Pondok Lirboyo, karena Pondok Pesantren yang sudah berwujud nyata itu kian hari banyak santri yang berdatangan, sehingga dirasakan KH. Abdul Karim, belum dianggap sempurna sebuah pesantren kalau belum ada masjidnya. Maka dua setengah tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo, tepatnya pada tahun 1913 M. timbullah gagasan dari KH. Abdul Karim untuk merintis berdirinya masjid dilingkungan Pondok.
Semula masjid itu amat sederhana sekali, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, lambat laun bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika bangunan itu hancur porak poranda ditiup angin beliung dengan kencang. Akhirnya KH. Muhammad yang tidak lain adalah kakak ipar KH. Abdul Karim sendiri mempunyai inisiatif untuk membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Jalan keluar yang ditempuh KH. Muhammad, beliau menemui KH. Abdul Karim guna meminta pertimbangan dan bermusyawarah. Tidak lama kemudian seraya KH. Abdul Karim mengutus H. Ya’qub yang tidak lain adik iparnya sendiri untuk sowan berkonsultasi dengan KH. Ma’ruf Kedunglo mengenai langkah selanjutnya yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembangunan masjid tersebut.
Dari pertemuan antara H. Ya’qub dengan KH. Ma’ruf Kedunglo itu membuahkan persetujuan, yaitu dana pembangunan masjid dimintakan dari sumbangan para dermawan dan hartawan. Usai pembangunan itu diselesaikan, peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H. / 1928 M. Acara itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri KH. Abdul Karim yang kedua , Salamah dengan KH. Manshur Paculgowang.
Dalam tempo penggarapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi, dinding serta lantainya yang terbuat dari batu merah, gaya bangunannya yang bergaya klasik, yang merupakan gaya arsitektur Jawa kuno dengan gaya arsitektur negara Timur Tengah.
Untuk mengenang kembali masa keemasan Islam pada abad pertengahan, maka atas prakarsa KH. Ma’ruf pintu yang semula hanya satu, ditambah lagi menjadi sembilan, mirip kejayaan daulat Fatimiyyah.
Selang beberapa tahun setelah bangunan masjid itu berdiri, santri kian bertambah banyak. Maka sebagai akibatnya masjid yang semula dirasa longgar semakin terasa sempit. Kemudian diadakan perluasan dengan menambah serambi muka, yang sebagian besar dananya dipikul oleh H. Bisyri, dermawan dari Branggahan Kediri. Pembangunan ini dilakukan pada tahun sekitar 1984 M.
Tidak sampai disitu, sekitar tahun 1994 M. ditambahkan bangunan serambi depan masjid. Dengan pembangunan ini diharapkan cukupnya tempat untuk berjama’ah para santri, akan tetapi kenyataan mengatakan lain, jama’ah para santri tetap saja membludak sehingga sebagian harus berjamaah tanpa menggunakan atap.  Bahkan sampai kini bila berjama’ah sholat Jum’at banyak santri dan penduduk yang harus beralaskan aspal jalan umum.
Untuk menjaga dan melestarikan amal jariyyah pendahulu serta menghargai dan melestarikan nilai ritual dan histories, sampai sekarang masjid itu tidak mengalami perobahan, hanya saja hampir tiap menjelang akhir tahun dinding-dindingnya dikapur dan sedikit ditambal sulam.
Lirboyo, awalnya adalah nama sebuah desa terpencil yang terletak di Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur.  dahulu desa ini merupakan sarang penyamun dan perampok, hingga pada suatu ketika atas prakarsa Kyai Sholeh, seorang yang Alim dari desa Banjarmelati dan dirintis oleh salah satu menantunya yang bernama KH. Abdul  Karim, seorang yang Alim berasal dari Magelang Jawa Tengah.
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo erat sekali hubungannya dengan awal mula KH. Abdul Karim menetap di Desa Lirboyo sekitar tahun 1910 M. setelah kelahiran putri pertama beliau yang bernama Hannah dari perkawinannya dengan Nyai Khodijah (Dlomroh), putri Kyai Sholeh Banjarmelati.
Perpindahan KH. Abdul Karim ke desa Lirboyo dilatar belakangi, dorongan dari mertuanya sendiri yang pada waktu itu menjadi seorang da’i, karena Kyai Sholeh berharap dengan menetapnya KH. Abdul Karim di Lirboyo, maka  syiar Islam lebih luas. Disamping itu, juga atas permohonan kepala desa Lirboyo kepada Kyai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya  di desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram.
Harapan kepala desa menjadi kenyataan. Konon ketika pertama kali kyai Abdul Karim menetap di Lirboyo, tanah tersebut diadzani, saat itu juga semalaman penduduk Lirboyo tidak bisa tidur karena perpindahan makhluk halus yang lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Tiga puluh lima hari setelah menempati tanah waqaf tersebut, KH. Abdul Karim mendirikan surau mungil nan sederhana untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Santri Perdana dan Pondok Lama
Adalah seorang bocah lugu yang bernama Umar asal Madiun, dialah santri pertama yang menimba ilmu dari KH. Abdul Karim di Pondok Pesantren Lirboyo. Kedatangannya disambut baik oleh KH. Abdul Karim, karena kedatangan musafir itu untuk tholabul ilmi , menimba pengetahuan agama. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten. Ia benar-benar taat pada Kyai.
Demikian jalan yang ditempuh Umar selama di Lirboyo. Selang beberapa waktu ada tiga santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang, daerah asal KH. Abdul Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad Dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernam Syamsuddin dan Maulana, keduanya berasal dari Gurah Kediri. Seperti santri sebelumnya, kedatangan kedua santri ini bermaksud untuk mendalami ilmu agama dari KH. Abdul Karim. Akan tetapi baru dua hari saja mereka berdua menetap di Lirboyo, semua barang-barangnya ludes di sambar pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman,  di Lirboyo masih ada sisa-sisa perbuatan tangan-tangan kotor. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.
Tahun demi tahun, keberadaan Pondok Pesantren Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin banyaklah santri yang berdatangan mengikuti santri-santri sebelumnya untuk bertholabul ilmi , maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuklah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling disekitar pondok.

Berdirinya Masjid Pondok Pesantren Lirboyo
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pondok pesantren, karena keberadaannya yangbegitu penting bagi perkembangan dakwah bagi ummat Islam dan sebagai sarana untuk mengadakan berbagai macam kegiatan keagamaan, sebagaimana praktek sholat berjama’ah dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, bukan merupakan hal yang aneh jika dimana  ada pesantren disitu pula ada masjid, seperti yang dapat kita lihat di Pondok Pesantren Lirboyo.
Asal mula berdirinya masjid di Pondok Lirboyo, karena Pondok Pesantren yang sudah berwujud nyata itu kian hari banyak santri yang berdatangan, sehingga dirasakan KH. Abdul Karim, belum dianggap sempurna sebuah pesantren kalau belum ada masjidnya. Maka dua setengah tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo, tepatnya pada tahun 1913 M. timbullah gagasan dari KH. Abdul Karim untuk merintis berdirinya masjid dilingkungan Pondok.
Semula masjid itu amat sederhana sekali, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, lambat laun bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika bangunan itu hancur porak poranda ditiup angin beliung dengan kencang. Akhirnya KH. Muhammad yang tidak lain adalah kakak ipar KH. Abdul Karim sendiri mempunyai inisiatif untuk membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Jalan keluar yang ditempuh KH. Muhammad, beliau menemui KH. Abdul Karim guna meminta pertimbangan dan bermusyawarah. Tidak lama kemudian seraya KH. Abdul Karim mengutus H. Ya’qub yang tidak lain adik iparnya sendiri untuk sowan berkonsultasi dengan KH. Ma’ruf Kedunglo mengenai langkah selanjutnya yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembangunan masjid tersebut.
Dari pertemuan antara H. Ya’qub dengan KH. Ma’ruf Kedunglo itu membuahkan persetujuan, yaitu dana pembangunan masjid dimintakan dari sumbangan para dermawan dan hartawan. Usai pembangunan itu diselesaikan, peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H. / 1928 M. Acara itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri KH. Abdul Karim yang kedua , Salamah dengan KH. Manshur Paculgowang.
Dalam tempo penggarapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi, dinding serta lantainya yang terbuat dari batu merah, gaya bangunannya yang bergaya klasik, yang merupakan gaya arsitektur Jawa kuno dengan gaya arsitektur negara Timur Tengah.
Untuk mengenang kembali masa keemasan Islam pada abad pertengahan, maka atas prakarsa KH. Ma’ruf pintu yang semula hanya satu, ditambah lagi menjadi sembilan, mirip kejayaan daulat Fatimiyyah.
Selang beberapa tahun setelah bangunan masjid itu berdiri, santri kian bertambah banyak. Maka sebagai akibatnya masjid yang semula dirasa longgar semakin terasa sempit. Kemudian diadakan perluasan dengan menambah serambi muka, yang sebagian besar dananya dipikul oleh H. Bisyri, dermawan dari Branggahan Kediri. Pembangunan ini dilakukan pada tahun sekitar 1984 M.
Tidak sampai disitu, sekitar tahun 1994 M. ditambahkan bangunan serambi depan masjid. Dengan pembangunan ini diharapkan cukupnya tempat untuk berjama’ah para santri, akan tetapi kenyataan mengatakan lain, jama’ah para santri tetap saja membludak sehingga sebagian harus berjamaah tanpa menggunakan atap.  Bahkan sampai kini bila berjama’ah sholat Jum’at banyak santri dan penduduk yang harus beralaskan aspal jalan umum.
Untuk menjaga dan melestarikan amal jariyyah pendahulu serta menghargai dan melestarikan nilai ritual dan histories, sampai sekarang masjid itu tidak mengalami perobahan, hanya saja hampir tiap menjelang akhir tahun dinding-dindingnya dikapur dan sedikit ditambal sulam.