tribaxti
yayasan al-mahrusiyah lirboyo kota kediri jatim
Sabtu, 22 November 2014
KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Lirboyo
Pecinta Ilmu Yang Rendah Hati
Pertama kali menetap di Desa Lirboyo, ia langsung melantunkan adzan. Aneh, selepas itu, semalaman penduduk desa tak bisa tidur karena perpindahan makhluk halus yang lari tunggang langgang.
NAMA kiai ini KH Abdul Karim. Ia adalah pendatang dari Magelang yang kemudian diambil menantu Kiai Sholeh, Banjarmelati Kediri. Perpindahan Kiai Karim ke desa Lirboyo dilatarbelakangi atas dorongan dari mertuanya sendiri yang berharap dengan menetapnya Kiai Karim di Lirboyo akan menjadi tonggak penting syiar Islam di daerah itu. Gayung bersambut, kepala desa Lirboyo juga memohon kepada Kiai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram. Benar, selepas Kiai Karim melantunkan adzan, Desa Lirboyo bebas dedemit. Dan, tiga puluh lima hari setelah menempati tanah tersebut, Kiai Karim mendirikan surau mungil nan sederhana. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 1910.
Secara garis besar Kiai Karim adalah pribadi yang sangat sederhana dan bersahaja. Ia juga gemar mela-kukan riyadlah mengolah jiwa alias tirakat. Kealimannya juga mulai terdengar ke luar daerah. Adalah bocah bernama Umar asal Madiun, yang menjadi santri pertama yang menimba ilmu dari Kiai Karim. Kedatangannya disambut baik oleh shahibul bait, karena kedatangan musafir itu untuk menimba pengetahuan agama. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten. Ia benar-benar taat pada Kiai.
Selang beberapa waktu ada tiga santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang, daerah asal Kiai Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernama Syamsuddin dan Maulana, yang sama-sama berasal dari Gurah Kediri. Seperti santri sebelumnya, kedatangan kedua santri ini bermaksud untuk mendalami ilmu agama dari Kiai Karim. Akan tetapi baru dua hari saja mereka berdua menetap di Lirboyo, semua barang-barangnya ludes disambar pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman. Di Lirboyo masih ada sisa-sisa perbuatan tangan-tangan jahil. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.
Tahun demi tahun, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin dibanjiri santri. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuk-lah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling disekitar pondok.
Karena jumlah santri semakin membludak, dan musalla kecil tak lagi representatif, maka timbullah gagasan dari Kiai Karim untuk mendirikan masjid. Semula masjid itu amat sederhana, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika masjid sederhana itu porak poranda disapu angin puting beliung. Akhirnya, KH Muhammad, kakak ipar Kiai Karim, berinisiatif membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Setelah bermusyawarah dan meminta izin pada KH Ma’ruf Kedunglo Kediri, dalam tempo peng-garapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi. Dinding serta lantainya terbuat dari batu merah, gaya bangunannya bergaya klasik, yang merupakan perpaduan model arsitektur Jawa kuno dengan Timur Tengah. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H. / 1928 M. Acara itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri Kiai Karim yang kedua, Salamah dengan KH Manshur Paculgowang Jombang.
Murid Kiai Kholil Bangkalan
Kiai Karim lahir pada 1856, di sebuah desa terpencil bernama Diyangan Kawedanan Mertoyudan Magelang. Nama kecilnya adalah Manaf, putra ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Pada saat Manaf berusia 14 tahun, mulailah ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Daerah pertama yang dituju adalah desa Babadan Gurah Kediri, lantas Karim meneruskan pengembaraannya di daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk. Di sini Karim menuntut ilmu kurang lebih selama 6 Tahun. Selanjutnya pindah lagi ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono Nganjuk, untuk memper-dalam pengkajian ilmu al-Quran. Karena tetap haus ilmu, ia kemudian meneruskan pengembaraannya ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang ter-kenal dengan ilmu sharafnya. Tujuh tahun lamanya ia kerasan menuntut ilmu di pesantren ini. Periodenya selanjutnya diteruskan dengan nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro Surabaya. Era mondok yang paling berkesan adalah tatkala ia berguru pada ulama kharismatik yang menjadi guru para ulama Jawa dan Madura, Syaikhona Kholil Bangkalan. Tak tanggung-tanggung, Karim berguru di pesantren ini selama 23 tahun! Tak heran jika dalam usia yang terus bertambah, ia masih belum tertarik membina rumah tangga.
Pada saat berusia 40 tahun, Karim, yang mulai dipanggil kiai, memilih meneruskan pencarian ilmunya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan, KH M Hasyim Asy’ari. Hingga pada suatu ketika Mbah Hasyim menjodohkan Kiai Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmlati Kediri. Akhirnya pada tahun 1328 H/ 1908 M, Kiai Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian Kiai karim bersama istri ter-cinta hijrah ke tempat baru, Lirboyo.
Sosok Kiai Karim dikenal sebagai sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan ke-adaan bagaimanapun. Hal ini terbukti tatkala menderita sakit, Kiai Karim masih saja istiqomah untuk mem-berikan pengajian dan memimpin shalat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Sebagai pengasuh ratusan santri, sikapnya yang kebapakan dan rendah hati, masih lekat diingatan para santri yang masih menangi zamannya.
Pernah, suatu ketika, ada pemuda yang berniat mondok di Lirboyo. Pakaiannya perlente sambil menen-teng koper, sebuah penanda kemewahan pada zaman itu. Di gerbang pondok, ia berpapasan dengan orang tua berpenampilan sederhana. Dengan seenaknya ia minta tolong pada orang tua itu untuk membawa-kan kopernya yang berat. “Antarkan aku ke ndalem Kiai Karim,” perintah-nya. Yang dimintai tolong segera mengiyakan. Setelah sampai di rumah kiai, orang tua itu meminta sang pemuda agar menunggu Kiai Karim barang sejenak. Alangkah terperanjatnya pemuda itu saat Kiai Karim muncul dari balik pintu ruang tengah, sebab orang tua yang ia suruh menenteng kopernya itu adalah Kiai Karim! Konon, saking malunya, pemuda perlente tersebut langsung mem-batalkan niatnya mondok di Lirboyo.
Mendung kedukaan menggelayut menaungi Lirboyo, saat Kiai Karim wafat pada 1954. Sepeninggal Kiai Karim, Ponpes Lirboyo dilanjutkan para menantunya, seperti KH Marzuqi Dahlan (adik KH Ihsan Dahlan Jampes, penulis Sirajut Thalibin), KH Mahrus Ali dan KH Jauhari. Adapun menantu yang lain, KH Abdullah mengasuh pesantren Turus Gurah Kediri, KH Manshur Anwar mengasuh pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacolgowang Jom-bang, sedangkan KH. Zaini mengasuh pesantren Krapyak Yogyakarta.
Sekarang, pesantren yang menapak usia seabad ini dihuni sekitar 10 ribu santri. Diasuh secara kolektif oleh para cucu Kiai Karim, seperti KH Idris Marzuqi, KH Anwar Manshur, KH Imam Yahya Mahrus, KH Habibullah Zaini, dll.
Sabtu, 11 Januari 2014
BIOGRAFI KH. MAHRUS ALY
BIOGRAFI KH. MAHRUS ALY

Sebenarnya KH. Mahrus Aly mondok di Lirboyo tidaklah lama, hanya sekitar tiga tahun saja, namun karena kealimannya membuat KH. Abdul Karim menjadi jatuh hati, dan menjodohkannya dengan salah seorang putrinya yang bernama Zaenab. Tepatnya pada tahun 1938. kemudian pada tahun 1944 KH. Abdul karim mengutus KH. Mahrus Aly untuk membangun kediaman disebelah timur Komplek Pondok. Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, ditangan mereka berdualah kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo, banyak santri yang berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari KH. Marzuqi dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH. Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti), peran serta KH. Mahrus Aly dalam usaha membangkitkan kemerdekaan juga tidak bisa diremehkan, hal ini disebabkan peran beliau dalam mengirimkan 97 santri pilihan dari pondok pesantren Lirboyo untuk menumpas sekutu di Surabaya, yang belakangan ini dikenal dengan peristiwa 10 November, hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di daerah kediri dan juga mempunyai andil yang besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlotul Ulama’, bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa trimur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985
Duka menggelayut Pondok Pesantren Lirboyo tepatnya pada hari senin tanggal 04 Maret 1985, sang istri tercinta Ibu Nyai Hj. Zaenab berpulang kerahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama nyai derita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly terus menerus larut dalam kedukaan, hingga banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni pada sabtu sore pada tanggal 18 mei 1985 kesehatan beliau benar-benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bayangkara Kediri akhirnya beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo Surabaya dengan menggunakan Helikopter atas perintah Pangab LB. Moerdani, manusia berusaha namun Allah Jualah yang menentukan, meskipun pelbagai upaya medis paling canggih sekalipun telah diupayakan oleh tim dokter yang terbaik di RS Dr. Soetomo surabaya, akhirnya KH. Mahrus Aly berpulang kerahmatullah, tepatnya pada Hari Ahad malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985, tepat delapan hari setelah beliau dirawat di surabaya. Berita meninggalnya KH. Mahrus Aly membuat duka yang sangat mendalam bagi keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, karena mereka semua telah kehilangan panutan yang selama ini mereka idolakan dan mereka bangga-bangakan. Beliau wafat diusia 78 tahun. ( Beliau inilah guru nya guru admin yang telah mengijazahkan amaliyah khusus yaitu wirid Sholawat " shollallohu a'la muhammadin " dan beberapa guru admin yg mengijazahkan sholawat tersebut ke atasnya sanad ilmu wirid sholawat bermuara pada KH. Mahrus Aly Lirboyo , kepada beliau..al fatihah..."
Selasa, 05 November 2013
Biografi KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Lirboyo
Biografi KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Lirboyo
NAMA kiai ini KH Abdul Karim. Ia adalah pendatang dari Magelang yang kemudian diambil menantu Kiai Sholeh, Banjarmelati Kediri. Perpindahan Kiai Karim ke desa Lirboyo dilatarbelakangi atas dorongan dari mertuanya sendiri yang berharap dengan menetapnya Kiai Karim di Lirboyo akan menjadi tonggak penting syiar Islam di daerah itu. Gayung bersambut, kepala desa Lirboyo juga memohon kepada Kiai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram. Benar, selepas Kiai Karim melantunkan adzan, Desa Lirboyo bebas dedemit. Dan, tiga puluh lima hari setelah menempati tanah tersebut, Kiai Karim mendirikan surau mungil nan sederhana. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 1910.
Secara garis besar Kiai Karim adalah pribadi yang sangat sederhana dan bersahaja. Ia juga gemar mela-kukan riyadlah mengolah jiwa alias tirakat. Kealimannya juga mulai terdengar ke luar daerah. Adalah bocah bernama Umar asal Madiun, yang menjadi santri pertama yang menimba ilmu dari Kiai Karim. Kedatangannya disambut baik oleh shahibul bait, karena kedatangan musafir itu untuk menimba pengetahuan agama. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten. Ia benar-benar taat pada Kiai.
Selang beberapa waktu ada tiga santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang, daerah asal Kiai Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernama Syamsuddin dan Maulana, yang sama-sama berasal dari Gurah Kediri. Seperti santri sebelumnya, kedatangan kedua santri ini bermaksud untuk mendalami ilmu agama dari Kiai Karim. Akan tetapi baru dua hari saja mereka berdua menetap di Lirboyo, semua barang-barangnya ludes disambar pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman. Di Lirboyo masih ada sisa-sisa perbuatan tangan-tangan jahil. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.
Tahun demi tahun, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin dibanjiri santri. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuk-lah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling disekitar pondok.
Karena jumlah santri semakin membludak, dan musalla kecil tak lagi representatif, maka timbullah gagasan dari Kiai Karim untuk mendirikan masjid. Semula masjid itu amat sederhana, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika masjid sederhana itu porak poranda disapu angin puting beliung. Akhirnya, KH Muhammad, kakak ipar Kiai Karim, berinisiatif membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Setelah bermusyawarah dan meminta izin pada KH Ma’ruf Kedunglo Kediri, dalam tempo peng-garapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi. Dinding serta lantainya terbuat dari batu merah, gaya bangunannya bergaya klasik, yang merupakan perpaduan model arsitektur Jawa kuno dengan Timur Tengah. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H. / 1928 M. Acara itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri Kiai Karim yang kedua, Salamah dengan KH Manshur Paculgowang Jombang.
Murid Kiai Kholil Bangkalan
Kiai Karim lahir pada 1856, di sebuah desa terpencil bernama Diyangan Kawedanan Mertoyudan Magelang. Nama kecilnya adalah Manaf, putra ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Pada saat Manaf berusia 14 tahun, mulailah ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Daerah pertama yang dituju adalah desa Babadan Gurah Kediri, lantas Karim meneruskan pengembaraannya di daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk. Di sini Karim menuntut ilmu kurang lebih selama 6 Tahun. Selanjutnya pindah lagi ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono Nganjuk, untuk memper-dalam pengkajian ilmu al-Quran. Karena tetap haus ilmu, ia kemudian meneruskan pengembaraannya ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang ter-kenal dengan ilmu sharafnya. Tujuh tahun lamanya ia kerasan menuntut ilmu di pesantren ini. Periodenya selanjutnya diteruskan dengan nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro Surabaya. Era mondok yang paling berkesan adalah tatkala ia berguru pada ulama kharismatik yang menjadi guru para ulama Jawa dan Madura, Syaikhona Kholil Bangkalan. Tak tanggung-tanggung, Karim berguru di pesantren ini selama 23 tahun! Tak heran jika dalam usia yang terus bertambah, ia masih belum tertarik membina rumah tangga.
Pada saat berusia 40 tahun, Karim, yang mulai dipanggil kiai, memilih meneruskan pencarian ilmunya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan, KH M Hasyim Asy’ari. Hingga pada suatu ketika Mbah Hasyim menjodohkan Kiai Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmlati Kediri. Akhirnya pada tahun 1328 H/ 1908 M, Kiai Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian Kiai karim bersama istri ter-cinta hijrah ke tempat baru, Lirboyo.
Sosok Kiai Karim dikenal sebagai sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan ke-adaan bagaimanapun. Hal ini terbukti tatkala menderita sakit, Kiai Karim masih saja istiqomah untuk mem-berikan pengajian dan memimpin shalat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Sebagai pengasuh ratusan santri, sikapnya yang kebapakan dan rendah hati, masih lekat diingatan para santri yang masih menangi zamannya.
Pernah, suatu ketika, ada pemuda yang berniat mondok di Lirboyo. Pakaiannya perlente sambil menen-teng koper, sebuah penanda kemewahan pada zaman itu. Di gerbang pondok, ia berpapasan dengan orang tua berpenampilan sederhana. Dengan seenaknya ia minta tolong pada orang tua itu untuk membawa-kan kopernya yang berat. “Antarkan aku ke ndalem Kiai Karim,” perintah-nya. Yang dimintai tolong segera mengiyakan. Setelah sampai di rumah kiai, orang tua itu meminta sang pemuda agar menunggu Kiai Karim barang sejenak. Alangkah terperanjatnya pemuda itu saat Kiai Karim muncul dari balik pintu ruang tengah, sebab orang tua yang ia suruh menenteng kopernya itu adalah Kiai Karim! Konon, saking malunya, pemuda perlente tersebut langsung mem-batalkan niatnya mondok di Lirboyo.
Mendung kedukaan menggelayut menaungi Lirboyo, saat Kiai Karim wafat pada 1954. Sepeninggal Kiai Karim, Ponpes Lirboyo dilanjutkan para menantunya, seperti KH Marzuqi Dahlan (adik KH Ihsan Dahlan Jampes, penulis Sirajut Thalibin), KH Mahrus Ali dan KH Jauhari. Adapun menantu yang lain, KH Abdullah mengasuh pesantren Turus Gurah Kediri, KH Manshur Anwar mengasuh pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacolgowang Jom-bang, sedangkan KH. Zaini mengasuh pesantren Krapyak Yogyakarta.
Sekarang, pesantren yang menapak usia seabad ini dihuni sekitar 10 ribu santri. Diasuh secara kolektif oleh para cucu Kiai Karim, seperti KH Idris Marzuqi, KH Anwar Manshur, KH Imam Yahya Mahrus, KH Habibullah Zaini, dll.
Sabtu, 20 Juli 2013
ARTI SIMBOL MA/MTS HM TRIBAKTI
ARTI SIMBOL MA/MTS HM TRIBAKTI

BENTUK DAN LAMBANG
lingkaran berbentuk bulat berwarna hijau terdapat tulisan berbahasa arab''MADRASAH ALIYAH/TSANAWIYAH HM TRIBAKTI .ditengah lingkaran terpanpang gambar ka'bah yang berdiri kokoh dan bergariskan empat.kemudian dibayangi oleh peta kepulauan indonesia dan sebatang pena bulu sayap berwarna kuning dibawah terdapat peta berwarna merah yang melandasi tulisan kediri
ARTI LAMBANG
++pena bulu sayap:melambangkan keilmuan yang tinggi
++ka'bah:melukiskan kebaktian kepada allah swt.dan rosulullah saw
++peta indonesia:melambangkan kebaktian kepada bangsa dan negara sesuai dengan simbol tribakti, berbakti kepada allah swt,berbakti kepada rosulullah saw,dan berbakti kepada ulul amri
++lima warna
putih melambagkan:kesucian
merah melambangkan;keberanian
hitam melambangkan;ketabahan
hijau melambangkan;pengamalan pancasila
kuning melambangkan;kewaspadaan
++bentuk bulat
melambangkan /melukiskan teguh pendirian dan iman yang kuat
++garis empat melambangkan; pengamalan kepada agama yang berhaluan empat madzhab[imam maliki,syafi'i,hambali,hanafi]
ARTI KESELURUHAN
dengan islam ahlusunnah waljama'ah sebagai haluannya serta pancasila sebagai asasnya.ma hm tribakti bertujuan mencetak kader-kader pemuda islam sejati .kader muslimin/muslimat yang berbakti kepada allah,rosulullah bangsa dan negara serta bertekat membentuk para pemuda islam dengan hati suci tabah dan mengamalkan ajaran islam serta dapat hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dengan damai waspada dan berani...
Pondok Pesantren HM Al Mahrusiyyah
Pondok Pesantren HM Al Mahrusiyyah
Untuk PP HM Putri Al-Mahrusiyyah, diresmikan pada tanggal 06 Januari 2001. Dan tertanggal 18 Desember 2003, pesantren ini resmi membagi lokalnya (lokasi) menjadi dua. Satu bertempat di jalan KH. Abd. Karim No. 99 Lirboyo, dan satunya berada di jalan Penanggungan No. 44B. Sedangkan PPHM Putra Al-Mahrusiyyah, resmi berdiri pada 13 mei 2002 M. Sampai Saat ini, PP. HM Putri Al-Mahrusiyyah dihuni 309 orang Santriwati. 203 orang berdomisili di PP. HM Putri Al Mahrusiyyah I (barat) dan selebihnya bertempat tinggal di PP. HM Putri Al-Mahrusiyyah II (selatan).
PP. HM Al-Mahrusiyyah yang saat ini dipimpin Hj. Siti Mustaqimah (asal Bekasi) dengan sekretaris Lathifatur Rohmaniyah (asal Mojokerto), mengalami kemajuan cukup pesat. Para santrinya, selain mengikuti pelajaran formal pagi hari dan sore harinya, juga melaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Seperti Manaqib Syekh Abdul Qodir, Tilawatil Qur’an, Jama’ah Sholat Dhuha, Sorogan Kitab Kuning, Sholawat, Musyawaroh Kubro, Bahtsul Masa-il, dan masih banyak lagi.
Sedangkan PP. HM Putra Al-Mahrusiyyah, yang berdiri sejak 1 Agustus 1988 M./ 10 Syawal 1408 H. saat ini dipimpin Saifulloh Shofa dan sekretaris Irfa’uddin, S. Pd.I. Pada awalnya, HM Putra All-Mahrusiyyah hanya memiliki 41 santri. namun dalam perkembangannya, jumlah santri meningkat menjadi kurang lebih 800 santri yang berasal dari berbagai daerah. Tahun 1992 (1 Muharom 1413H.) berdirilah Madrasah Diniyah (Madin0 di HM Putra Al-Mahrusiyyah berdasarkan SK.PP.HMP.No.23/SK/PP HMP/VII/1992. Pendidikan yang dikembangkan memiliki beberapa jenjang : I’dadiyyah 2 tahun, Tsanawiyyah 3 tahun, dan Aliyyah 3 tahun. Metode yang digunakan Madin yang tidak jauh beda dengan metode MHM, seperti Musyawarah, Muhafadloh, ataupun Lalaran.
Madin PP. HM Putra Al-Mahrusiyyah digelar malam hari, karena pagi harinya para santri menuntut ilmu umum. Dan pada tahun 2004, madrasah tsanawiyyah Madinnya telah disamakan dengan tingkatan tsanawiyyah lembaga umum, dan ijazahnya telah disahkan bisa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Negara lain, sepeti Yaman, Al Azhar, dan Negara lainnya.
Selain itu, untuk menunjang para santrinya, PP. HM Putra Al-Mahrusiyyah memiliki beragam sarana dan prasarana, mulai puluhan lokal belajar, lapangan basket, voly sampai lapangan tenis, yang ditunjang juga dengan berbagai kegiatan ekstra kurikuler. Diantaranya : Manaqib, Sab’ul Munjiyat, dan Bela Diri (Pagar Nusa), Wushu, Taekwondo).
info harunarrosyid santri almahrusiyah
SEJARAH BERDIRINYA MA HM TRIBAKTI
SEJARAH BERDIRINYA MA HM TRIBAKTI
*Setahun kemudian tepatnya pada tanggal 03 November 1987 MA HM Tribakti memperoleh status "terdaftar" dengan SK : WM. 06.02/385/3-C/KET/1987. Dari tahun ke tahun MA HM Tribakti mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga pada tanggal 24 Maret 1994, Dinas Pendidikan dan Departemen Agama memberitahukan bahwa MA HM Tribakti statusnya dinaikkan menjadi "Diakui" dengan No SK : E . l V / 1994.
Pada tanggal 01 April 1997 sesuai dengan Surat Keputusan Yayasan Pendidikan Islam Tribakti( SK YPIT) No 05/ A/YPIT/SK/jV/1997 diadakan pergantian kepala sekolah dari Drs. Halim Musthofa kepada Drs. M Sulchi, berselang satu tahun kemudian terjadi lagi pergantian kepala sekolah dari Drs. M Sulchi kepada Drs. A Mansur Anshor tepatnya pada tanggal 01 April 1998 dengan SK YPIT No.41/A/YPIT/SK/1998.
*Sehubungan dengan makin banyaknya siswa-siswi yang ingin menimba ilmu di MA HM Tribakti serta kurangnya lokal yang dimiliki untuk kegiatan belajar-mengajar, maka pada tahun 2001-2002 untuk kelas l & ll Aliyah dipindahkan ke gedung baru yang terletak di sebelah utara PP HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri. Pada tahun ajaran 2001-2002 ini pegawai wilayah mengadakan pengamatan, lalu menilai dan memutuskan bahwasannya MA HM Tribakti pantas dan layak untuk mendapatkan status"Disamakan" sehingga terjadilah perubahan status dari Diakui menjadi Disamakan dengan No. SK.E.lV/PP.03.2/Kep/44/2001 , tepatnya tanggal 10 April 2001.
*Pada tanggal 14 Februari 2002 Kepala sekolah MA HM Tribakti Bpk H. Ahmad Mansur Anshor mengundurkan diri, selang beberapa bulan kemudian ,jabatan kepala sekolah diserahkan kepada Bpk. Drs. Soeharto.
*Adapun jumlah siswa-siswi MA HM Tribakti kurang lebih mencapai 450 siswa yang terbagi menjadi 13 lokal meliputi, Tiga jurusan yaitu; IPA, IPS dan Bahasa, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 2003 jabatan Bpk. Soeharto telah berakhir dengan beberapa kemajuan dan diangkatlah Bpk. Drs. Taufik Hidayat untuk menggantikan Bpk.Drs .Soeharto kemudian untuk kepala sekolah yang sekarang, dipimpin oleh Bpk. Drs. Busthanul Arifin yang menjabat sampai sekarang.
*Mulai tahun ajaran 2004-2005, MA HM Tribakti yang semula berada di bawah naungan YPIT berubah menjadi dibawah naungan Yayasan HM Al-Mahrusiyah. Demikianlah sejarah ringkas MA HM Tribakti.
Semoga dengan sejarah singkat ini dapat bermanfa'at bagi kita semua AMIIN !!!
Jumat, 19 Juli 2013
Arti lambang HM AL-Mahrusiyah
Arti lambang HM AL-Mahrusiyah
SEGI LIMA
melambangkan rukun islam dan merupakan titik tolak dari ponpes HM ALMAHRUSIYAH.
BINTANG BESAR ATAS
melambangkan kebesaran nabi muhammad saw dan ponpes lirboyo kediri memegang teguh apa yang dibawanya[al-qur'an dan hadist]
4 BINTANG SEBELAH KIRI
melambangkan khulafaurrosyidin
4 BINTANG SEBELAH KANAN
melambangkan empat madzab yang dianggap[mu'tabar]dan pondok pesantren HM putra al mahrusiyah mengakui kebenarannya dan mengikutinya
JUMPLAH BINTANG SEMBILAN
melambangkan jumplah wali 9 agama islam dijawa dan pondok pesantren HM PUTRA almahrusiyah mengikuti jejaknya.
TULISAN ARAB
Berarti pondok pesantren hm putra almahrusiyah ini adalah salah satu pondok pesantren salaf yang mengutamakan kitab- kitab kuno yang berbahasa arab
TULISAN BERBAHASA INDONESIA[HM AL-MAHRUSIYAH]
Berarti pondok pesantren almahrusiyah terdapat pendidikan formal dan pengajaran ini berupa pondok pesantren almahrusiyah
TULISAN LIRBOYO KEDIRI
berarti pondok pesantren HM putra lirboyo kediri berada di desa lirboyo kediri
BOLA DUNIA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah siap untuk menyebarkan agama islam ke seluruh dunia
MENARA TINGKAT TIGA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah memiliki tiga unit pendidikan yang diutamakan diantaranya pendidikan alQur'an,formal dan non formal
MASJID
berarti pondok pesantren hm almahrusiyah merupakan wadah pendidikan yang mencetak pribadi-pribadi muslim agar benar-benar bertakwa dan beribadah kepada allah
4 KITAB
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah adalah tempat orang-orang yang kreatif,aktif,dan tekun beklajar
melambangkan rukun islam dan merupakan titik tolak dari ponpes HM ALMAHRUSIYAH.
BINTANG BESAR ATAS
melambangkan kebesaran nabi muhammad saw dan ponpes lirboyo kediri memegang teguh apa yang dibawanya[al-qur'an dan hadist]
4 BINTANG SEBELAH KIRI
melambangkan khulafaurrosyidin
4 BINTANG SEBELAH KANAN
melambangkan empat madzab yang dianggap[mu'tabar]dan pondok pesantren HM putra al mahrusiyah mengakui kebenarannya dan mengikutinya
JUMPLAH BINTANG SEMBILAN
melambangkan jumplah wali 9 agama islam dijawa dan pondok pesantren HM PUTRA almahrusiyah mengikuti jejaknya.
TULISAN ARAB
Berarti pondok pesantren hm putra almahrusiyah ini adalah salah satu pondok pesantren salaf yang mengutamakan kitab- kitab kuno yang berbahasa arab
TULISAN BERBAHASA INDONESIA[HM AL-MAHRUSIYAH]
Berarti pondok pesantren almahrusiyah terdapat pendidikan formal dan pengajaran ini berupa pondok pesantren almahrusiyah
TULISAN LIRBOYO KEDIRI
berarti pondok pesantren HM putra lirboyo kediri berada di desa lirboyo kediri
BOLA DUNIA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah siap untuk menyebarkan agama islam ke seluruh dunia
MENARA TINGKAT TIGA
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah memiliki tiga unit pendidikan yang diutamakan diantaranya pendidikan alQur'an,formal dan non formal
MASJID
berarti pondok pesantren hm almahrusiyah merupakan wadah pendidikan yang mencetak pribadi-pribadi muslim agar benar-benar bertakwa dan beribadah kepada allah
4 KITAB
berarti pondok pesantren HM almahrusiyah adalah tempat orang-orang yang kreatif,aktif,dan tekun belajar
semoga manfaat.....
Langganan:
Postingan (Atom)